Menikah itu perkara rumit, tak hanya menyoal dua sejoli saja, namun juga banyak hal yang bersahutan bersamanya. Kamu bisa saja hari ini memutuskan untuk menikah seminggu kedepan, lalu, tanpa diniatkan, tiba-tiba satu jam sebelum akad dilangsungkan ada hal-hal yang membuatmu ingin mengurungkan niat. Entah itu karena masalah pekerjaan, keluarga, atau bahkan karena hati yang tiba-tiba tidak yakin dengan konsekuensi yang harus dijalani pasca menikah.
***
Kumpulan cerpen “Waktu untuk Tidak Menikah” karya Amanatia Junda ini terdiri dari 14 cerpen dengan tokoh utama perempuan dari berbagai latar belakang dan usia. Ditulis dalam rentang waktu 2012-2017 dan disusun secara acak dalam daftar isi. Beberapa cerpen telah dimuat di beberapa media baik media online maupun media cetak. Benang merah dalam cerpen selain bercerita tentang perempuan, lebih banyak mengajak pembaca menyelami isi kepala tokoh-tokoh yang terkadang random dan melantur dengan ingatan mereka mengenai perkara-perkara personal di masa lalu yang belum terselesaikan dengan baik, atau sesuatu yang tak pernah mereka ungkap di permukaan sebelumnya. Isu-isu yang menjadi konteks sosial beberapa cerita di sini juga beragam, seperti perkosaan, kebakaran hutan, korupsi, perempuan tua jalanan, relasi sepasang kekasih, sepasang kakek nenek, sepasang teman perempuan, sepasang ibu anak, dll.
Goodreads
***
Membaca kumpulan cerpen yang ditulis oleh Amanatia Junda, yang berjudul Waktu Untuk Tidak Menikah nyatanya memang menarik. Menyelami perspektif para perempuan yang dikisahkan oleh Junda membawa banyak sudut pandang baru, tak melulu soal pernikahan memang, beberapa hal macam imajinasi antar planet pun disuguhkan di buku terbitan Mojok yang satu ini.
Pertama kali tertarik membeli Waktu Untuk Tidak Menikah adalah karena sampulnya. Saya tertarik ketika sampul barunya keluar. Ketika sampul pertamanya masih berupa jendela dengan dominan warna coklat-muda-kuning-entah-apa saya tidak terlalu berminat, baru ketika sampul kedua, dengan aksen biru disanding dengan perempuan berkuncir kuda, saya langsung tertarik. Ditambah, judulnya.
Mungkin representasi orang ketika pertama melihat judul dari buku ini akan mengatakan bahwa buku ini akan bercerita tentang kegalauan, tentang cinta menye-menye, atau tentang cerita putus cinta remaja. Memang, sebagian besar tentang kegalauan, kebimbangan, tentang cinta, dan hal-hal itu, tapi jangan anggap akan seperti yang kalian bayangkan. Ini tulisan seorang Junda yang suka membuat cerita sulit ditebak.
Saya memang baru mengenal Junda belakangan, perkenalan saya dengan Junda juga baru melalui buku ini. Namun, saya langsung tertarik dengan gaya bertutur Junda yang memberi ruang untuk kepala saya menebak-nebak bagaimana ceritanya akan berakhir, bagaimana plot selanjutnya akan bergulir, dan tentu saja yang paling saya suka adalah Junda mematahkan semua tebakan-tebakan saya. Bagian paling menarik dari menebak-nebak adalah dikejutkan dengan hal tak terduga bukan? Dan Junda memberikan itu di tulisan-tulisannya.
Menulis soal Junda dalam bukunya menjadi sebuah artikel dalam blog macam ini memang tak bisa saya lakukan dengan baik, terlalu banyak hal yang tak mampu saya jabarkan. Tapi kalau memang membutuhkan sebuah bacaan yang tidak melulu menye-menye, buku Waktu Untuk Tidak Menikah akan menjadi santapan manis sembari menunggu hujan reda di stasiun, di perjalanan pulang, atau bahkan ketika menikmati kopi di malam yang sepi.
Tinggalkan Balasan