Hidup acapkali jadi ajang mengeluh. Siapa hari ini yang paling menderita, siapa yang hari ini paling disiksa dunia, siapa yang hari ini paling lelah menghadapi kenyataan yang begitu menyebalkan. Dan tentu saja, aku mau tidak mau turut menjadi bagian dari ajang paling manusiawi tersebut. Berkecimpung dengan riuh-ramai dunia, dan kesepian yang ternyata diam-diam ada di satu titik terdalam.
Hidup bertahun-tahun di dunia ternyata tak membuatku tahan untuk menghadapi kenyataan dengan perasaan baik-baik saja. Tiap kali hari berganti, tiap matahari surut di ujung hari, pikiranku selalu bertanya lagi dan lagi, “Apakah hidup selalu semenyebalkan dan sememuakkan ini?”
Mungkin hari ini, kemarin, atau esok hari, hidupmu akan masih seperti ini, tapi besok, suatu saat, kamu akan menemukan makna hidupmu yang sebenarnya, begitu kata orang di suatu waktu tentu aku mengamininya dan menyemogakannya dengan sungguh. Tapi tentu saja, ada satu titik kita merasa sudah selesai untuk diam saja, mulut ternyata juga membutuhkan asupan keluhan agar ia tak kelu karena menahan kesedihan, menahan amarah, menahan ketidakpuasan pada takdir sendirian.
Maka di pagi ini, aku melangkahkan kaki dengan malas menuju kehidupan yang itu-itu lagi, dengan semangat yang makin hari makin tidak teramunisi, dengan mimpi, dengan harapan bahwa esok, lusa, atau entah kapan di suatu masa, aku, kamu, kita, akan hidup dengan lebih bahagia.
Semoga.
Tinggalkan Balasan