Sudah jomblo, ngenes pula. Kalimat seperti ini sering kali menghampiri sebagian besar manusia yang normal dan pernah mengalami jatuh cinta. Entah itu jatuh cinta pada teman sekelas, adik kelas, teman seangkatan, bahkan teman sejenis. Biasanya kalimat seperti itu keluar tatkala mereka—jomblo ngenes—baru saja mengalami sebuah tragedi yang lebih mengerikan dari huru-hara soal beras plastik, yaitu cinta imitasi.
Bukan sebuah hal tabu lagi, mengingat zaman yang disebut zaman reformasi tapi buruh masih saja harus outsourcing ini maka semua barang bisa dipalsukan. Bahkan hal yang bukan “barang” bisa dipalsukan. Misal saja harapan palsu.Sungguh malang nasib mereka yang pernah dihinggapi perasaan sayang lalu ditinggalkan karena hanya diberi harapan. Tanpa pernah bisa benar-benar merealisasikan harapan itu. Mau mewujudkan gimana, wong harapannya saja palsu.
Siapa yang patut disalahkan dalam kasus seperti ini? Tidak ada yang benar-benar bersalah sebenarnya. Mau menyalahkan yang memberi harapan pasti sang pemberi harapan akan mengeluarkan argumen pembenarannya yang tidak bisa lagi disanggah.
Kalimat yang mematikan dan semakin menusuk dan menohok. “Salah siapa kepedean. Aku saja tidak pernah memberi harapan kok. Kamu saja yang nganggepnya beda.” Mau disanggah pakai kalimat apa lagi kalau sudah begini? Tidak ada kalimat yang mampu melawan kalimat maha kuat dan kokoh sekaligus mengiris ini.
Begitupun jika harus menyalahkan yang diberi harapan. Apa salah seseorang menaruh hati pada orang setiap hari tak pernah lelah menghiasi hari-harinya? Tentu saja tidak. Maka kebenaran sejati tetap jatuh kepada wanita, karena wanita selalu benar Tuhan yang Maha Benar.
Semakin kesini pula, predikat jomblo semakin menurun kastanya. Kalau dulu menjadi jomblo menjadi sebuah hal biasa, alih-alih menggunakan kalimat “Aku mau fokus pada hidupku dan karirku.” Masih bisa menjadi pelindung. Kini kalimat itu sudah tak relevan lagi, bukan tak relevan sebenarnya tapi mungkin kini kalimat ini sudah terlalu tak bermakna dan bagi sebagian orang kalimat seperti ini hanya sebuah kalimat sampah.
Bagaimana tidak, lihat saja jika ada orang menggunakan kalimat itu sebagai tameng, bukan semakin aman dari tuduhan jomblo ngenes malah semakin membusuk dalam kubangan lembah kesengsaraan dan jadi tempat bully yang tak bisa diabaikan bahkan oleh anak SD yang kencing saja belum lurus.
Namun, bukan tak mungkin predikat jones atau jomblo ngenes ini bisa lepas tanpa harus menanggalkan status jomblo yang kadung kuat melekat. Banyak cara sebenarnya, namun sayangnya mereka terlalu malas atau terlalu sulit atau mungkin terlalu memikirkan soal demo kemarin yang tidak dihadiri oleh Jonru sehingga lupa bahwa untuk menjadi Jomblo Happy. Caranya mudah, cukup nikmati apa yang sedang dijalani tanpa pedulikan apa yang orang katakan. Kalau kata Agus Mulyadi “Jomblo Rapopo asal hafal Pancasila, atau kalau tidak ya tahu Hari Panca.”
Salam jomblo, dan semoga tidak kufur dalam fanatisme sempit untuk sekedar memuja kebenaran mereka yang berpasangan, bahkan pasangan presiden sekalipun.
Diterbitkan pertama kali di Jombloo.co pada 2015
Tinggalkan Balasan