Mendengar Nadin Amizah akan merilis album tentu sebuah kabar gembira untuk saya. Bagaimana tidak, mengenal Nadin Amizah sejak Rumpang hingga berkolaborasi dengan Sal Priadi di Amin Paling Serius cukup membuat saya tertarik untuk menunggu album perdananya dirilis.
Pertama mengenal Nadin memang dari single pertamanya, Rumpang. Dan tentu saja, liriknya langsung membius isi kepala, dikombinasikan dengan permainan akustik yang entah mengapa cukup banyak membawa aroma sendu di tiap petikannya. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana seorang Nadin bisa menulis, “Katanya mimpiku kan terwujud/Mereka lupa tentang mimpi buruk/Tentang kata “Maaf, sayang aku harus pergi.”/”. Lirik yang menohok dan mampu mengatakan bahwa, tidak semua-mua mimpi itu baik untuk diwujudkan, ada juga mimpi-mimpi yang mencekam, merenggut malammu yang tenang dengan kengerian dan ketakutkan, tentang kecemasan akan kepergian yang tidak diinginkan.
Petualangan kedua bersama Nadin tetap masih sendu, berkenalan dengan single kedua Nadin berjudul Sorai. Mengetahui judul lagunya adalah Sorai, tentu yang dilakukan pertama adalah mengecek KBBI, pasalnya di ingatan saya, sorai artinya adalah merayakan, bersenang-senang, atau sejenisnya lah. Dan benar saja, Sorai bercerita tentang merayakan. Tapi bukan Nadin namanya kalau tanpa kepiluan. Sorai bercerita tentang merayakan pertemuan yang nyatanya tidak pernah menjadikan mereka satu, tapi setidaknya pernah bertemu. Lirik-lirik Nadin memang sepertinya cocok untuk membangun kesedihan-kesedihan yang jarang mampu diucapkan.
Setelah merilis dua single, Nadin lalu berkolaborasi dengan Sal Priyadi. Yang mengesankan dari kolaborasi Sal Priyadi dan Nadin ini adalah konsep musik dan Music Video mereka. Musik yang membawa kesan megah, dan mewah, digabungkan dengan Video yang direkam di katedral-atau-entah-apa-namanya yang membawa kesan gloomy dan luxury. Kalau soal lirik, sudah tidak usah ditanyakan, apalagi Nadin berkolaborasi dengan Sal Priyadi yang penulisan liriknya cukup menarik untuk dikulik lebih dalam dan tak perlu diragukan. Selain lagunya, hal yang cukup menarik dari kolaborasi ini juga ada speech mereka di beberapa nomor pengiring Amin Paling Serius seperti Melempar Doa I/II/III, Doa I/II, ataupun Nama Tuhan I/II/III. Kalau boleh dibilang, saya lebih suka bagian pengiringnya, tapi lagunya tetap memiliki nilai yang tinggi untuk sebuah kolaborasi.
***
Setelah sekian lama tidak mendengar kabar bahwa Nadin merilis single baru, ternyata tiba-tiba ada kabar bahwa Nadin merilis album perdananya dan albumnya ternyata dirilis tepat pada saat ulang tahunnya. Jelas saja sangat menarik untuk segera mencari albumnya, sayangnya albumnya belum ada kabar akan dirilis fisik, jadi mau tidak mau hanya bisa mendengarkan di situs penyedia streaming musik.
Impresi pertama mendengar album Selamat Ulang Tahun kenapa seperti bukan Nadin yang saya kenal. Petikan gitar akustik yang khas dengan Nadin di nomor Rumpang maupun Sorai seperti hilang. Ditambah instrumen-instrumen baru yang meramaikan album Selamat Ulang Tahun bagi saya menjadi nilai minus sekaligus nilai positif. Bagaimana tidak, untuk saya yang mengharapkan Nadin akan merilis album seperti nomor-nomor Rumpang maupun Sorai harus siap-siap agak kecewa, tapi di sisi lain, mengetahui Nadin berkembang dengan musiknya adalah sesuatu yang patut diapresiasi dengan pantas.
Nomor-nomor yang cukup menarik perhatian saya di album Selamat Ulang Tahun adalah nomor-nomor untuk Mendarah dan Beranjak Dewasa. Beranjak dewasa menjadi nomor yang masih bisa saya nikmati. Nadin dan gitar akustik khasnya di Rumpang dan Sorai masih bisa saya rasakan disini. Lirik juga menjadi alasan utama kenapa saya memasukkan Beranjak Dewasa menjadi nomor yang menjadi favorit saya. Untuk di nomor Mendarah, sepertinya sudah mudah ditebak bukan? Lirik pilu dan gitar sendu menjadi daya tarik paling memikat. Mendarah menjadi nomor favorit saya kedua tentu saja.
Tapi untuk keseluruhan, album Selamat Ulang Tahun tetap menjadi sebuah masterpiece dan sebuah titik pencapaian baru untuk seorang Nadin, selain sebagai penanda bahwa ia menginjak fase baru di usia kepala dua. Nadin berhasil membawa pikiran-pikirannya menjadi album yang tak hanya menjadi sebuah titik baru, tapi membawa pikiran-pikirannya dalam sebuah alunan musik dan lirik yang bisa dinikmati banyak orang.
halo, kak, salam kenal 🙂 izin menanggapi, ya.
saya juga salah satu orang yang menikmati karya nadin. senang rasanya bisa bertemu seseorang yang memiliki kesukaan yang sama (dan nadin memang juara!). perkara album nadin yang baru, “mendarah” memang pemikat yang ulung, sekaligus mampu menyayat hati para pendengar. berasa jadi anak emas, ya. tapi … lucunya, ketika mendengar keseluruhan albumnya lagi berulang-ulang, yang lain jadi menarik juga. alhasil, goyah sendiri mana yang jadi kesayangan.
kalau yang satu ini dibilang masterpiece, saya pribadi jadi sabar menanti kelahiran anak-anak nadin yang akan datang. pasti lebih ciamik!
Satu alasan kenapa bisa dibilang sebuah masterpiece, krn di Selamat Ulang Tahun, lagu-lagunya ditulis sendiri oleh Nadin, kalau saya tidak salah kutip. Alasan kedua, di era digital yang kebanyakan musisi lebih memilih melempar single, nadin memilih melempar satu set album penuh.
Album Selamat Ulang Tahun memang akhirnya sedikit membuat saya kecewa, seperti ketika saya mendengar Lintasan waktu milik Danilla, mungkin bagi sebagian orang yg baru mendengar Danilla, mungkin akan bilang bahwa lintasan waktu adalah sebuah album ciamik, tp bagi saya yang mendengar Danilla dari era telisik, cukup banyak yang membuat saya merasa perbedaan terlalu jauh dari Telisik ke Lintasan Waktu. Ya anggap saja seperti Slank pra-F13 dan post-F13. Akan selalu ada kontradiksi. Sebagai penggemar, tentu selalu mengharapkan trademark yang sama di setiap albumnya, sayangnya harapan spt itu hanya membebani Musisi, krn selalu dipaksa untuk tidak berkembang, dan saya sadari itu. Maka, semua album baru dari siaapun, sebetulnya secara profesional tidak bisa di comparing dg Album-album sebelumnya, krn tentu saja proses kreatifnya berbeda.
Tp sebagai pendengar, pendengar tentu juga punya ekspektasi sendiri. Dan sering kali titik inilah yang membuat tulisan seperti ini akhirnya muncul. Haha, entalah saya ngomong apa, btw happy to know you. Thanks for reply, masih ga nyangka ada yang baca blog saya. Hahaha
saya terbilang jarang mengikuti industri musik dalam negeri, terlebih kalau sampai menelisiknya lebih jauh dan mengamati sendiri. semoga kekecewaannya kakak bisa lekas disembuhkan oleh karya-karya lain, ya.
omong-omong, saya menemukan blog kakak di twitter. kebetulan sedang mencari orang-orang yang masih merawat rumah kecilnya, makanya senang ketika bertemu satu-dua di antaranya. kalau besok-besok masih berkunjung, boleh?
Wah, saya malah yang tidak mengikuti musik internasional. Lebih jelasnya, musik saya stuck di sekitar tahun 2012 ketika saya masuk SMA. Sampai skrg musik saya berhenti di situ. hanya untuk beberapa jenis musik yang masih saya ikuti prekembangannya, selebihnya hanya denger di radio atau dimana.
Wah nemu dimana dih. boleh dongh kasih akun twittermu biar saya follow.. 😀